Sabtu, 09 Mei 2015

Stereotype: Penilaian Subjektif yang Merugikan

Hepitea Story
2300 hours

Catatan dari penulis:

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mendiskreditkan satu suku, agama, ras, atau orang - orang tertentu berdasarkan kategori tertentu. Tulisan ini semata - mata hanya ingin memperlihatkan beberapa pemikiran yang bisa dikatakan "kurang tepat" mengenai orang lain dari suatu identitas tertentu. No hard feeling. Let's be friends, okay?


"Ah dia mah emang kayak gitu. Orang cina kan biasanya pelit. Udah maklum sih gue."
- Random Colleague

Hello Internet. Welcome to my blog. Setelah sekian lama saya "lepas pena" karena gak ada inspirasi, akhirnya saya kembali menulis (ampun dah bahasanya). Hha.

Setiap orang unik. Tidak ada orang yang sama persis, bahkan meskipun dia mempunyai banyak kembaran, katakanlah kembarannya ada 4 (kebanyakan broooo). Tapi, meskipun masing - masing orang berbeda - beda, kita mempunyai beberapa kesamaan dengan orang - orang tertentu, misalnya dari suku, agama, ras, hobi, makanan/minuman, identitas tertentu, pekerjaan, dsb. Cara orang memandang orang lain juga berbeda - beda. Ada 2 macam penilaian, yaitu:

  1. Penilaian Objektif : Penilaian yang diambil berdasarkan pengukuran, pemeriksaan, atau seleksi tertentu tanpa melibatkan pemikiran secara personal, melainkan berdasarkan pemikiran logika umum berdasarkan barang bukti yang valid.
  2. Penilaian Subjektif : Penilaian yang diambil berdasarkan pendapat personal. Penilaian seperti ini sangat melibatkan selera atau preferensi dari sang penilai sendiri, sehingga tidak ada ukuran yang pasti mengenai penilaian tersebut karena setiap orang pasti mempunyai penilaian yang berbeda - beda.
Setelah membaca definisi saya diatas, pasti anda berpikir bahwa penilaian objektiflah yang benar. Apakah seperti itu? Rasanya tidak. Penilaian objektif mungkin berguna untuk hal - hal yang sudah pasti, misalnya tinggi badan, berat badan, hasil dalam perlombaan olahraga, dsb. Tapi, dalam kita menilai orang lain, menilai suatu karya seni, atau yang lainnya, kita pasti menggunakan penilaian subjektif, yang tidak jarang juga melahirkan pandangan - pandangan negatif ataupun positif yang akhirnya membuat orang "mencap" orang lain dengan hal - hal yang belum tentu tepat. Pandangan tersebut yang selanjutnya kita sebut dengan "Stereotype".


Apa itu stereotype? Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, stereotype (atau stereotip) dapat didefinisikan sebagai berikut:

stereotip/ste·re·o·tip/ /stéréotip/ 1 a berbentuk tetap; berbentuk klise: ucapan yg --; 2 n konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yg subjektif dan tidak tepat
Sumber: kbbi.web.id

Berdasarkan definisi diatas, kita bisa bilang bahwa stereotype itu tidak lebih dari sekedar penilaian orang - orang tertentu yang didasarkan pada apa yang mereka pikirkan sendiri, dan parahnya, pikiran itu mempengaruhi orang lain juga. Di Indonesia sendiri sebagai negara yang bersifat majemuk dimana terdiri dari berbagai macam manusia, pikiran - pikiran stereotype seperti itu banyak mempengaruhi  cara pandang seseorang terhadap sebangsanya sendiri, ataupun cara pandang tentang bangsa/negara lain. Misalnya:
  • "Orang Batak tuh mukanya sangar, udah gitu kalo ngomong lantang banget. Kayak pemarah2 gitu deh."
    Okay. Mungkin kebanyakan orang Batak yang kita temui mempunyai wajah yang sebegitu sangar, tapi perlu diingat bahwa ada juga orang Batak yang punya sifat yang jauh lebih halus dibandingkan dengan orang Jawa. Mereka juga baik. Logat mereka yang ngomong agak keras juga bukan berarti mereka pemarah dan kasar. Cara mereka berbicara memang seperti itu kok, tapi aslinya mereka baik juga.
  • "Orang Chinese itu rata - rata pinter ya? Sayang pelit."
    Dibilang pelit sih gak juga ya, tapi memang mereka punya beberapa alasan untuk bersikap seperti itu. Mereka dari dulu diajarkan untuk menabung dan diajarkan untuk tidak membuang - buang rezeki yang diberikan, sehingga mereka bisa siap untuk masa depan mereka. Pinter juga belum tentu. Ada juga orang Chinese yang kemampuannya standard.
  • "Kalo kacamataan tuh biasanya pinter. Pasti dia ngabisin waktu buat baca buku pelajaran tiap hari."
    Wait, what? Ayolah.. Gak semua kayak gitu. Mungkin saja dia cuma seorang gamer hardcore yang gak tau kapan harus berhenti.
  • "Orang Korea itu cantik/ganteng, tapi sayang mereka oplas (operasi plastik)."
    Gak semua orang disana oplas kok. Cukup banyak orang korea yang tidak operasi plastik, tapi mereka tetap cantik/ganteng. Silakan aja cari di Google daftar artis Korea yang gak operasi plastik. Mereka juga terkenal sampe international karena drama kok.
  • "Kalo orang Papua kayaknya gampang dibodoh - bodohin. Udah item, primitif lagi. Tch."
    Pikiran kayak gini sih mesti ditindak. Benar - benar harus ditindak. Banyak orang Papua dan sekitarnya jadi objek bullying karena etnis mereka. Saya pernah menemukan teman yang berasal dari Papua, dia kulitnya kuning langsat, berambut lurus, dan rajin, bahkan sangat rajin daripada orang lokal. Jadi, kalau masih ada yang merasa orang Papua itu primitif, pikir lagi. Mungkin mereka adalah orang - orang yang lebih maju dari kalian.
Selain 4 hal diatas, masih banyak stereotype yang tertanam di dalam pikiran banyak orang di Indonesia. Terkadang stereotype seperti ini tidak tepat, dan harus diperbaik secepatnya. Stereotype seperti ini malah yang membuat perpecahan diantara masyarakat Indonesia, padahal banyak juga orang - orang yang sifatnya tidak seperti stereotype tersebut. Ayolah Indonesia. Kita ini punya potensi yang besar. Masa cuma karena hal seperti ini terus kita tercerai berai?

Sekian yang bisa saya bahas mengenai stereotype. Mungkin ada teman - teman yang ingin menambahkan tentang stereotype dan apa fakta sebenarnya dibalik stereotype tersebut? Leave your comments below. Thank you. ^_^ Peace out.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar